|
Gunung Batok dan Kawah Gunung Bromo - Dokumentasi Pribadi |
Prolog
Sebagai orang Jawa
Timur asli, aku sedikit malu karena belum pernah ke Bromo sama sekali. Padahal
rumahku Blitar yang notabene gak begitu jauh dari Bromo. Tapi karena satu dan
beberapa hal, aku belum pernah kesana. Barulah ketika aku pindah kerja ke
Malang yang notabene lebih dekat lagi dengan Bromo baru deh keinginan itu
tercapai. Tercapainya pun gak ketika aku pindah ke Malang langsung bisa ke
Bromo, baru setelah 9 bulan aku pindah baru tercapai. Drama banget sih waktu ke
Bromo ini, pertama karena dulu awalnya ada 6 temen yang mau kesana
bareng-bareng eh seiring berjalannya waktu gugur satu-satu dan tinggalnya 4
orang yang fix mau ke Bromo. H-5 so excited karena 2 dari 4 orang ini (termasuk
aku) baru pertama ke Bromo meskipun kami semuanya sebenarnya juga orang Jatim
asli. H-5 itu, tiba-tiba temenku satunya gak jadi berangkat ke Bromo lalu
diikuti satu temenku lainnya. Oke, fine kita tinggal 2 orang aja. Aku dan temen
cowok. Nah, temenku cowok ini gak mau kalau ke Bromo Cuma berdua (menghindari
fitnah apalagi kita rencananya ngecamp disana). Bingung kan aku, cari temen
siapa lagi, masak iya harus gagal lagi rencana ke Bromo. Hampir aja nyerah
“yaudah deh ke Bromonya batal” karena nyari temen yg bisa diajak ke Bromo kayak
nyari jarum ditumpukan jerami. Dan entah angin apa H-3 aku tiba-tiba iseng
lihat daftar kontak di WA ku dan tiba-tiba “oh ya, kan temen kuliahku ada yang
kerja di Pandaan” aku langsung chat deh dan bak gayung bersambut dia langsung
mau karena dia orang jateng yg belum pernah ke Bromo. Awalnya cuma bertiga aku,
temen kuliahku yg cowok dan temen SMA ku dan entah mungkin feeling kali ya,
waktu sewa tenda kita milih tenda yang muat 4 orang (padahal saat itu kita cuma
bertiga) dan lagi-lagi Allah punya rencana yang kita gak pernah tebak. Temen
kuliahku itu, kenalan sama cewek lewat online chatting dan langsung mau ketika
diajak ke Bromo (karena dia juga belum pernah ke Bromo). Singkat cerita kita berempat
jadi ke Bromo, 3 orang newbie dan 1 orang expert, hehe.
Sabtu, 5 Agustus 2017
Kita berangkat dari Malang jam 16.30 molor 1.5 jam dari
jadwal semula jam 15.00. Kita mengisi BBM di SPBU Pandaan setelah jalan ke arah
Nongko jajar. Ya, untuk kebarangkatan kita memilih jalan Nongko jajar yang
lebih “landai, ramai dan lebar” daripada jalan lewat Tumpang. Sepanjang
perjalanan kita bertemu banyak pengendara motor seperti kami (membawa
perlengkapan camping) sepertinya tujuan mereka sama dengan kita yaitu Bromo.
Karena sudah memasuki waktu mahrib, kita berhenti di salah satu mushola di
Nongko Jajar untuk melaksanakan sholat mahrib. Udara dingin mulai terasa ketika
disini. Kita bertemu dengan sepasang kekasih atau pasutri yg hendak ke Bromo.
Kita ngobrol sebentar sebelum dua orang tersebut izin untuk melanjutkan
perjalanan terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan udara dingin mulai terasa
semakin menjadi ditambah semakin lama semakin gelap dan rumah penduduk makin
jarang tapi jangan khawatir karena insyallah lewat Nongko jajar gak ada begal
dan kita akan jamak ketemu sesama pengemudi motor yg mau ke Bromo. Jangan lupa
untuk klakson atau kasih “greeting” ke mereka sebagai salam kenal. Sampai di
hutan yang jalannya mulai berkelok naik turun, kita akhirnya membuntuti club GL
Max untuk mencapai Bromo, tentunya dengan izin “membututi” mereka terlebih
dahulu. Kalau gak izin dulu, nanti dikira kita begal, hehe. Kita pilih opsi
“membututi” karena dirasa lebih aman kalau terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Mungkin tips ini bisa kalian tiru ketika hendak ke Bromo.
Bermalam di Bromo
Pukul 20.15 WIB kami telah sampai di Desa Tosari, Pasuruan.
Kami sudah tau kalau jam segitu sudah tidak bisa masuk kawasan Bromo (TPR Bromo
buka pukul 02.00 – 15.00 WIB). Kami memarkirkan motor di pelataran parkir Desa
Tosari dan mendirikan tenda disana. Kami mendirikan tenda di depan kamar mandi,
di dekat parkiran. Ya, kita memang absurd mendirikan tenda didepan kamar mandi
dan diatas paving, haha. Singkat cerita, kita bermalam disitu bersama banyak
orang yang hendak menikmati sunrise Bromo. Untuk informasi, tarif parkir Rp
3.000/motor dan mendirikan tenda Rp 10.000/tenda. Katanya Retribusi Rp
10.000/tenda itu sudah termasuk biaya ke kamar mandi sepuasnya faktanya enggak,
hehe. Tiap ke kamar mandi bayar Rp 3.000 dan Rp 5.000 untuk BAB atau mandi
(yakali dingin-dingin mau mandi, hehe). Akhirnya saya yg banyak minum, sering
ke kamar mandi dan menghabiskan banyak uang untuk bayar biaya KM. Kalau ke
Bromo, sangat disarankan membawa syal, masker dan sarung tangan dari rumah.
Oya, jangan lupa pakai jaket tebal karena Bromo itu dingin. Kalau pun, sampai
gak bawa salah satu jangan khawatir karena di Bromo juga ada yg jual. Sarung
tangan standart Rp 5.000/pasang tanpa nawar. Pukul 01.00 WIB, kami mengemasi barang dan bersiap masuk kawasan Bromo. Pukul
02.00 WIB tepat TPR dibuka, dan orang-orang sudah banyak yg antri. Untuk
weekend tiket masuknya Rp 70.000/motor (untuk 2 orang). Perinciannya retribusi
Rp 30.000/orang, asuransi Rp 5.000/orang. Dari TPR Desa Tosari untuk ke
Bromo/penanjakan kita masih harus menempuh jarang kurang lebih 7 km dengan
membelah hutan gelap dan jalan naik turun tapi jangan khawatir karena nanti kita
akan bertemu banyak jeep dan pemotor yang hendak ke Bromo. Bahkan dari TPR ini
ada yang jalan kaki sampai penanjakan lho, wow!
Penanjakan (melihat sunrise)
Kita berangkat dari TPR persis ketika gate dibuka dan
langsung cus ke penanjakan, surprise me ketika sampai di parkiran penanjakan
ternyata sudah ramai. Masuk parkirannya sudah antri. Well, selain karena
banyaknya motor yg mau masuk ke parkiran penyebab antri adalah banyaknya jeep
yg putar balik. Kesemrawutan seperti ini sebenarnya bisa dihindari dengan
menyediakan lahan parkir jeep sendiri, terpisah dengan motor. Setelah berhasil
memarkirkan motor, kita harus berjalan menapaki anak tangga sambil menahan
dinginnya bromo, terengah-engah lah saya :D. Sebagai informasi, puncak
dinginnya Bromo terjadi pada bulan Agustus, penduduk lokal aja yang logikanya
sudah terbiasa udara dingin mengakui kalau Agustus itu dingin banget. Waktu
duduk dipelataran untuk menikmati sunrise, ketemu beberapa bule yang terlihat
kedinginan layaknya kami. Padahal dari logat bicaranya mereka berasal dari
Rusia yang notabene Negara dingin. Lalu kalau bule dan warga lokal aja
kedinginan apa kabar kami? Hehe. Singkat cerita, meskipun kita berangkat tepat jam 02.00 (tepat saat TPR dibuka) tapi
sampai pelataran sudah ramai tapi beruntung kami masih mendapatkan spot duduk
untuk melihat sunrise yang bagus. Semakin pagi, semakin ramai dengan
orang-orang yang penuh sesak dipelataran. Bukan hanya wisatawan yang memadati
pelataran penuh sesak itu tapi juga warga lokal yang menawarkan jasa sewa
tikar, jaket, jual topi, sarung tangan hingga bunga edelweiss. Awalnya saya
bisa selonjoran karena pelatarannya masih lumayan lega tapi lama-lama saya
memilih untuk duduk bersila layaknya orang bertapa karena kaki saya selalu
nyaris terinjak akibat lalu lalangnya orang. Oya, saya sempat melihat ada orang
yang berkemah di parkiran motor dan disebelah tangga menuju penanjakan. Menurut
saya, orang berkemah disini harus sudah expert karena anginnya lumayan kencang
jadi dingin banget dan disini masih banyak anjing liar. Soal view jangan ragu,
berkemah di parkiran atau disamping tangga view bagus banget Karena view nya
langsung gunung. Detik demi detik kami menunggu munculnya sang surya, sempat
ragu karena tiba-tiba berawan dan gerimis tapi aku yakin aja karena menurut
perkiraan cuaca 6 Agustus itu cuaca bromo cerah dan Alhamdulillah perkiraan itu
benar. Aku bisa melihat sang surya dari Bromo, mimpi yang jadi kenyataan berkat
temen baikku yang dengan suka rela capek-capek’an mau nganter kesini padahal
dia udah berkali-kali ke Bromo. Setelah matahari mulai menampakkan wujudnya,
indahnya Bromo mulai terlihat dan dengan spontan orang-orang mulai mengeluarkan
kamera beserta tongsisnya dan beginilah penampakannya :
|
Sunrise dari Penanjakan Bromo - Dokumentasi Pribadi |
Meskipun ramai tapi eksotisme melihat matahari terbit di
Bromo tetaplah pengalaman menarik. Setelah puas melihat matahai terbit seraya
bilang “subhanallah” karena sudah masuk watunya sholat subuh, segera kami
melakukan sholat tapi ada tantangannya yaitu air yang super dingin dan antrinya
yang panjang karena cuma terdapat 2 kamar mandi dan 2 tempat wudhu terbuka lalu
tantangan keduanya adalah mushola terbuka tanpa pembatas dan sebagian
diinjak-injak orang yang gak dapet tempat di pelataran lalu memilih melihat
matahari terbit dari mushola ini. Aku gak tau, itu layak disebut mushola atau
bukan karena tidak layaknya mushola yang memiliki pengeras suara dan sekat
disini tidak. Mungkin ini semacam gazebo yang dijadikan mushola darurat, maklum
lah karena islam disini minoritas. Ketika berwudu, berasa berwudu menggunakan
air es dan ketika melepas sarung tangan, kaos kaki dan sepatu semua terasa kaku
karena saking dinginnya.
Setelah itu, kami turun menuju parkiran untuk lanjut ke
destinasi selanjutnya yaitu kawah bromo, aku sih nyebutnya menu utama.
Sepanjang perjalanan turun, dikiri kanan banyak penduduk lokal yang menawarkan
teh hangat dan aneka gorengan terutama pisang goreng hangat. Memang teh dan
pisang goreng menjadi perpaduan sempurna untuk melewati pagi yang dingin di
penanjakan Bromo.
Padang savana dan kawah Bromo
Setelah dari penanjakan, selanjutnya kami menuju padang
savanna dan kawah bromo. Jalan menuju kesana terbilang ekstrim, naik turun
tajam apalagi turunan terakhir sebelum masuk lautan pasir itu turunannya sangat
tajam, sampai ada peringatan untuk oper gigi satu guna membantu pengereman
motor yang berporsneling. Tapi sayangnya meskipun sudah oper gigi 1 tapi masih
banyak motor yang aus kampas remnya, solusinya mudah saja yaitu berhenti
sejenak lalu siram kampas rem menggunakan air mineral dan biarkan selama kurang
lebih 20 menit setelah itu rem sudah berfungsi normal kembali. Tips semacam itu
aku dapetin ketika pulang dari Bromo via jalur Tumpang yang jalannya memang
terkenal menurun dan kampas motor kami aus, melihat kami bingung dipinggir
jalan tiba-tiba club motor menghampiri kami dan menanyakan alasan kenapa
terlihat bingung setelah kami jelaskan mereka tersenyum lalu memberi tips
tersebut dan Alhamdulillah rem motor kami sudah normal lagi, terima kasih!
Sejak saat itu mindset aku tentang club motor sudah berubah yang mengira mereka
Cuma kumpul-kumpul dan mengadakan touring ternyata mereka juga melakukan
kegiatan positif seperti membantu para pengendara lain yang mengalami masalah
di jalan. Oya, sebelum sampai di lautan pasir biasanya para wisatawan berhenti
di jembatan untuk berfoto dengan latar belakang gunung batok dan kawah Bromo.
Selanjutnya setelah sampai di lautan pasir hal pertama yang kami lakukan adalah
meletakkan perlengkapan kemah yang kami bawa untuk selanjutnya foto-foto, hehe.
Jangan khawatir bagi yang kehabisan bensin disini karena ada warung yang
menjual bensin. Awalnya kami sampai disini udara masih segar karena masih
lumayan pagi, makin siang udara makin panas dan kering ditambah lagi debu dari
derap kaki kuda dan mobil hardtop. Selanjutnya kami menuju kawah Bromo, tangga
menuju kesana konon katanya berjumlah ratusan jadi harus siapkan mental, fisik
(energi yang cukup). Bagi kamu yang energinya pas-pas’an bisa menyewa kuda lalu
dilanjut menapaki anak tangga. Percayalah tracking di kawah bromo itu berat
karena medannya berpasir jadi membuat langkah kakimu makin berat ditambah udara
panas kering. Aku salut sama penjaja kuda yang dalam sehari bisa naik turun
sampai puluhan kali. Harga sewa kuda kami tidak tau, karena kami memilih jalan
kaki tapi dari sekilas penawaran bapak-bapaknya sewa kuda untuk sekali jalan
50rb (mungkin masih bisa dinego). Setelah dari kawah Bromo destinasi
selanjutnya adalah pura tapi karena kami sudah sangat kelelahan, maklum paginya
kami tidak sarapan jadi destinasi tersebut kami skip langsung memutuskan untuk
pulang ke malang via jalur Tumpang. Kenapa tidak lewat Nongkojajar lagi? Karena
jalan nanjaknya dari lautan pasir itu gila banget menurut kami (takut motor gak
kuat nanjak) jadi kami memutuskan untuk lewat Tumpang. Dari lautan pasir itu tinggal ngikutin patok
saja kalau mau lewat Tumpang, sepanjang perjalanan berpasir kita akan disuguhi
pemandangan savanna yang sangat bagus. Rencana awal kami Bromo lalu lanjut ke
Madakaripura tapi karena sudah kelelahan dan sepertinya waktunya juga tidak
memadai maka kami memutuskan Madakaripura sebagai destinasi jalan-jalan lain
waktu. Enjoy Bromo, see u again!
|
Lautan Pasir Gunung Bromo - Dokumentasi Pribadi |
|
Jeep di Padang Savana - Dokumentasi Pribadi |
Panjang ya ceritanya? Hehe. Sengaja aku nulis detail biar
bisa jadi referensi buat yang mau ke Bromo pertama kali.