Sosial Media itu Pencitraan




Dewasa ini sepertinya semua orang sudah akrab dengan sosial media, tak heran jika sekarang smartphone sudah seperti kebutuhan pokok setiap orang. Tua, muda, di kota, di desa, pekerja kantoran, pekerja lapangan semua seperti tak bisa hidup tanpa sosial media. Sosial media sudah menembus semua lapisan strata sosial. Sudah banyak yang membahas tentang positif dan negatifnya sosial media, tetapi terlepas dari itu semua eksistensi sosial media tidak perlu diragukan.

Pekerjaanku yang mengharuskan memantau sosial media terutama FB dan IG, membuat aku menjadi sedikit banyak tau karakter orang ketika bersosial media. Bukan riset khusus sih, hanya penilaian dan pengamatan pribadi. Berikut ini aku mencoba menjabarkan 'karakterk' pengguna kedua sosial media itu, sekali lagi ini hanya opiniku ya jadi kalian boleh setuju atau gak. Facebook sebagai raksasa sosial media yang eksistensinya sudah lumayan lama, sekarang sudah mulai ditinggalkan kaum milenial yang awalnya hijrah ke twitter lalu migrasi besar-besaran ke instagram. Ya begitulah perubahan itu dinamis dan selalu ada. Rata-rata pengguna facebook sekarang adalah kaum tua yang mana facebook adalah sosial media pertama mereka, lalu pengguna aktif selanjutnya adalah kaum “blue collar” meskipun kaum “white collar”  juga masih ada yang aktif di FB tetapi jumlah mereka kalah jauh dengan “blue collar”. Memang tidak ada yang salah dengan tetap menggunakan FB tetapi sejauh yang aku amati, FB tidak se-asyik dulu yang orang masih senang berbagi cerita lewat status, sekarang yang sering muncul di beranda FB adalah orang berjualan dan share berita hoax, sekali lagi gak salah sih jualan di FB atau sosial media lainnya tetapi menurutku itu membuat FB tidak “fun” seperti pertama kali aku menggunakannya.

Instagram, sosial media baru yang langsung melejit dalam waktu singkat. Berkonsep foto yang diberi keterangan lalu berkembang fiturnya dengan menghadirkan instastory dan DM (Direct Message). Melihat feed instagram memang sangat menyegarkan mata, foto pemandangan bagus, wajah yang rupawann dan berbagai gaya fancy lainnya. Ya begitulah instagram bisa menjadi magnet yang luar biasa bagi semua kalangan.
Aku selalu berpikir dan akhirnya berbuah tulisan ini, apakah semua yang ada di sosial media adalah riil? Atau hanya fana? Sebelum mencoba menjawab pertanyaan krusial tersebut, alangkah bijaknya aku yang juga pengguna sosial media mengkoreksi diri sendiri. Sebelum memutuskan upload foto di instagram, percayalah 

bahwa itu adalah foto terbaik versiku yang sudah di sortir lalu memikirkan caption yang lama baru klik posting. Segitu panjangnya ya untuk sebuah foto di instagram? Berkaca dari hal tersebut, demi produktifitas aku mengurangi penggunaan instagram dan sosial media (tahap proses). Kalau aku yang warga instagram biasa segitunya buat upload foto lalu gimana buat selebgram? Sudah mulai bisa menyimpulkan kan? Sebelum pada pemikiran ‘sedewasa’ dan ‘sesadar’ ini, aku pernah berada pada titik dimana eksistensi di sosial media itu amat sangat penting. Lalu apakah salah satu fungsi sosial media itu untuk pencitraan? Menurut aku iya, itulah kenapa kita tidak pernah sembarangan upload foto di instagram. Meskipun, sekali lagi ada juga tipe orang yang memposting foto tanpa filter, itu pengecualian.

Intinya apa sih dari semua yang aku tulis ini? Intinya bijaklah dalam bermain sosial media dan jangan percaya apapun itu di sosial media (sebelum cek ulang ke-absahannya) khususnya jangan jatuh cinta hanya dari sebuah foto, semua kemungkinan itu ada tetap berhati-hati.  Btw, tulisan ini kayak nasihat buat diri sendiri sekaligus share pemikiran, semoga berguna.

No comments:

Post a Comment