Suasana Cafe After Seven, Blitar - Dokumentasi Pribadi

Waktu membuka instagram, aku melihat postingan salah satu temen yang sedang berfoto dengan latar tenda-tenda dan lampu taman, terlihat instagramable. Karena penasaran dan kebetulan dipostingan temenku itu ada locationnya “after seven” jadi aku kepoin aja, apa itu after seven. Ternyata after seven adalah café baru di daerah Jln Raya Tlogo no 16, Kec Kanigoro Kab Blitar. Lokasi dipinggir jalan, sebelum pasar Tlogo apabila kamu dari arah Kanigoro tepatnya utara jalan. Ada neon box yang bertuliskan “after seven” tetapi ukurannya tidak terlalu besar.  
Café ini sedang hits dikalangan anak muda Blitar, selain karena harganya relatif murah juga karena after seven memberikan konsep cafe outdoor pertama di Blitar (CMIIW). Jujur saat pertama aku ke café ini aku langsung suka dengan konsep café yang mereka usung, full outdoor dan bergaya santai. Ada tenda, kursi pantai, lampu-lampu yang disusun rapi, hammock dan alunan musik romantis membuat café ini menjadi tempat favorit anak muda Blitar. Eh jangan salah, bukan hanya anak muda yang senang dengan café ini, kebetulan pas aku kesana juga ada beberapa keluarga beserta anak-anaknya yang juga menikmati café ini. Mereka membiarkan anaknya berlari-lari, ada yang bermain di hammock ada juga yang senang berdiam ditenda sambil berfoto. Jadi café ini bisa dinikmati semua kalangan.
Ketika aku kesana (30-7-2017) menu yang ada di After Seven adalah menu snack aka jajanan (yang bagi sebagian orang Indonesia tidak mengenyangkan) tetapi bagi aku tidak masalah, toh aku dan mungkin kebanyakan pengunjung café ini datang niatnya bukan 100% untuk makan melainkan untuk foto-foto :D
Ini menu café After Seven Blitar :

Menu di Cafe After Seven - Dokumentasi Pribadi
Untuk rasa makanan biasa aja menurutku. Kayaknya yang menjadi nilai jual café ini tidak terletak pada makanannya melainkan pada konsep outdoor yang mereka tawarkan. Well, kalau kalian sedang di Blitar atau memang orang Blitar dan sedang ingin bersantai bersama keluarga boleh lah maen ke café ini.  


Pizza Mini di Cafe After Seven - Dokumentasi Pribadi



Roti Maryam di Cafe After Seven - Dokumentasi Pribadi
 
Tahu di Cafe After Seven - Dokumentasi Pribadi 






Burger Long Kedai 27, Malang - Dokumentasi Pribadi

Ada 3 aspek yang aku perhatikan dalam berburu kuliner yaitu harga, rasa dan ukuran. Dan 3 aspek itu ada di Kedai 27. Jadilah kemarin (5-9-2017) aku dan temenku ke kedai 27. Kedai 27 atau yang lebih dikenal dengan nama Burger Buto sudah terkenal sejak lama karena porsinya jumbo dan  harga terjangkau, tak heran burger buto sering diliput stasiun TV yang semakin melambungkan namanya. Karena hari itu weekday jadi antrian tidak begitu mengular dan masih banyak kursi kosong. Langsung saja kami menuju meja kosong yang berada didekat dapur dan dengan ramah pelayan menyodorkan buku menu, ini dia menu burger buto :

Menu Kedai 27, Malang - Dokumentasi Pribadi
Rencana awal, kami memesan burger keceng  yang katanya recommended. Selain karena recommended,  burger keceng juga masih termasuk dalam menu kedai 27 yang sekiranya masih bisa kita habiskan. Tapi sayang, ternyata burger keceng sudah habis padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 19.00 WIB. Daripada kecewa lagi, kami pun memperhatikan papan yang bertuliskan sold out menu sebelum menulis pesanan dan ternyata list nya sudah banyak. Waah, laris juga ya kedai 27 ini! (aku kira makanan yang pasti laris di Indonesia adalah makanan yang berbahan dasar nasi dan ternyata burger buto mematahkan stigma ku itu, dan juga mematahkan stigma lainnya seperti western food mahal dan orang Indo meskipun makan burger juga gak bakalan kenyang, kecuali makan burger buto ya  :D)

Interior Kedai 27, Malang - Dokumentasi Pribadi
Akhirnya kami pun memutuskan mencoba burger long special, es coklat dan kopi hitam :


Es Cokelat Kedai 27, Malang - Dokumentasi Pribadi


Kopi hitam di Kedai 27, Malang - Dokumentasi Pribadi
Sebelumnya kami pikir, hanya burger saja yang porsinya jumbo ternyata es coklat dan kopi hitam juga porsinya jumbo. Untuk rasa burger long menurut kami dikisaran harga 17rban dan dapat porsi sebanyak itu sudah worth it lah. Es coklatnya enak, berasa coklat asli yang dipakai dan meskipun es sudah mencair semuanya tapi rasa manis dari coklatnya masih berasa, recommended!
Kedai 27 buka setiap hari kecuali hari senin. Selasa - Minggu 11.30 – 21.00 WIB dan khusus hari Jum’at  jam  operasionalnya 12.30 - 21.30 WIB. Overall kalau ke Kota Malang jangan lupa mampir ke Kedai 27 (Burger Buto) yang beralamat di Jln Sarangan No 27, Kota Malang. Letaknya di pojokan pertigaan Pasar Tawamangu, kedainya mudah dicari karena selalu rame.
Tips : Pastikan kamu dalam kondisi sangat lapar ketika mengunjungi Kedai 27 supaya bisa melahap burger butonya :D
Gunung Batok dan Kawah Gunung Bromo - Dokumentasi Pribadi


Prolog
Sebagai orang  Jawa Timur asli, aku sedikit malu karena belum pernah ke Bromo sama sekali. Padahal rumahku Blitar yang notabene gak begitu jauh dari Bromo. Tapi karena satu dan beberapa hal, aku belum pernah kesana. Barulah ketika aku pindah kerja ke Malang yang notabene lebih dekat lagi dengan Bromo baru deh keinginan itu tercapai. Tercapainya pun gak ketika aku pindah ke Malang langsung bisa ke Bromo, baru setelah 9 bulan aku pindah baru tercapai. Drama banget sih waktu ke Bromo ini, pertama karena dulu awalnya ada 6 temen yang mau kesana bareng-bareng eh seiring berjalannya waktu gugur satu-satu dan tinggalnya 4 orang yang fix mau ke Bromo. H-5 so excited karena 2 dari 4 orang ini (termasuk aku) baru pertama ke Bromo meskipun kami semuanya sebenarnya juga orang Jatim asli. H-5 itu, tiba-tiba temenku satunya gak jadi berangkat ke Bromo lalu diikuti satu temenku lainnya. Oke, fine kita tinggal 2 orang aja. Aku dan temen cowok. Nah, temenku cowok ini gak mau kalau ke Bromo Cuma berdua (menghindari fitnah apalagi kita rencananya ngecamp disana). Bingung kan aku, cari temen siapa lagi, masak iya harus gagal lagi rencana ke Bromo. Hampir aja nyerah “yaudah deh ke Bromonya batal” karena nyari temen yg bisa diajak ke Bromo kayak nyari jarum ditumpukan jerami. Dan entah angin apa H-3 aku tiba-tiba iseng lihat daftar kontak di WA ku dan tiba-tiba “oh ya, kan temen kuliahku ada yang kerja di Pandaan” aku langsung chat deh dan bak gayung bersambut dia langsung mau karena dia orang jateng yg belum pernah ke Bromo. Awalnya cuma bertiga aku, temen kuliahku yg cowok dan temen SMA ku dan entah mungkin feeling kali ya, waktu sewa tenda kita milih tenda yang muat 4 orang (padahal saat itu kita cuma bertiga) dan lagi-lagi Allah punya rencana yang kita gak pernah tebak. Temen kuliahku itu, kenalan sama cewek lewat online chatting dan langsung mau ketika diajak ke Bromo (karena dia juga belum pernah ke Bromo). Singkat cerita kita berempat jadi ke Bromo, 3 orang newbie dan 1 orang expert, hehe.

Sabtu, 5 Agustus 2017
Kita berangkat dari Malang jam 16.30 molor 1.5 jam dari jadwal semula jam 15.00. Kita mengisi BBM di SPBU Pandaan setelah jalan ke arah Nongko jajar. Ya, untuk kebarangkatan kita memilih jalan Nongko jajar yang lebih “landai, ramai dan lebar” daripada jalan lewat Tumpang. Sepanjang perjalanan kita bertemu banyak pengendara motor seperti kami (membawa perlengkapan camping) sepertinya tujuan mereka sama dengan kita yaitu Bromo. Karena sudah memasuki waktu mahrib, kita berhenti di salah satu mushola di Nongko Jajar untuk melaksanakan sholat mahrib. Udara dingin mulai terasa ketika disini. Kita bertemu dengan sepasang kekasih atau pasutri yg hendak ke Bromo. Kita ngobrol sebentar sebelum dua orang tersebut izin untuk melanjutkan perjalanan terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan udara dingin mulai terasa semakin menjadi ditambah semakin lama semakin gelap dan rumah penduduk makin jarang tapi jangan khawatir karena insyallah lewat Nongko jajar gak ada begal dan kita akan jamak ketemu sesama pengemudi motor yg mau ke Bromo. Jangan lupa untuk klakson atau kasih “greeting” ke mereka sebagai salam kenal. Sampai di hutan yang jalannya mulai berkelok naik turun, kita akhirnya membuntuti club GL Max untuk mencapai Bromo, tentunya dengan izin “membututi” mereka terlebih dahulu. Kalau gak izin dulu, nanti dikira kita begal, hehe. Kita pilih opsi “membututi” karena dirasa lebih aman kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mungkin tips ini bisa kalian tiru ketika hendak ke Bromo.    

Bermalam di Bromo
Pukul 20.15 WIB kami telah sampai di Desa Tosari, Pasuruan. Kami sudah tau kalau jam segitu sudah tidak bisa masuk kawasan Bromo (TPR Bromo buka pukul 02.00 – 15.00 WIB). Kami memarkirkan motor di pelataran parkir Desa Tosari dan mendirikan tenda disana. Kami mendirikan tenda di depan kamar mandi, di dekat parkiran. Ya, kita memang absurd mendirikan tenda didepan kamar mandi dan diatas paving, haha. Singkat cerita, kita bermalam disitu bersama banyak orang yang hendak menikmati sunrise Bromo. Untuk informasi, tarif parkir Rp 3.000/motor dan mendirikan tenda Rp 10.000/tenda. Katanya Retribusi Rp 10.000/tenda itu sudah termasuk biaya ke kamar mandi sepuasnya faktanya enggak, hehe. Tiap ke kamar mandi bayar Rp 3.000 dan Rp 5.000 untuk BAB atau mandi (yakali dingin-dingin mau mandi, hehe). Akhirnya saya yg banyak minum, sering ke kamar mandi dan menghabiskan banyak uang untuk bayar biaya KM. Kalau ke Bromo, sangat disarankan membawa syal, masker dan sarung tangan dari rumah. Oya, jangan lupa pakai jaket tebal karena Bromo itu dingin. Kalau pun, sampai gak bawa salah satu jangan khawatir karena di Bromo juga ada yg jual. Sarung tangan standart Rp 5.000/pasang tanpa nawar. Pukul 01.00 WIB, kami mengemasi  barang dan bersiap masuk kawasan Bromo. Pukul 02.00 WIB tepat TPR dibuka, dan orang-orang sudah banyak yg antri. Untuk weekend tiket masuknya Rp 70.000/motor (untuk 2 orang). Perinciannya retribusi Rp 30.000/orang, asuransi Rp 5.000/orang. Dari TPR Desa Tosari untuk ke Bromo/penanjakan kita masih harus menempuh jarang kurang lebih 7 km dengan membelah hutan gelap dan jalan naik turun tapi jangan khawatir karena nanti kita akan bertemu banyak jeep dan pemotor yang hendak ke Bromo. Bahkan dari TPR ini ada yang jalan kaki sampai penanjakan lho, wow!

Penanjakan (melihat sunrise)
Kita berangkat dari TPR persis ketika gate dibuka dan langsung cus ke penanjakan, surprise me ketika sampai di parkiran penanjakan ternyata sudah ramai. Masuk parkirannya sudah antri. Well, selain karena banyaknya motor yg mau masuk ke parkiran penyebab antri adalah banyaknya jeep yg putar balik. Kesemrawutan seperti ini sebenarnya bisa dihindari dengan menyediakan lahan parkir jeep sendiri, terpisah dengan motor. Setelah berhasil memarkirkan motor, kita harus berjalan menapaki anak tangga sambil menahan dinginnya bromo, terengah-engah lah saya :D. Sebagai informasi, puncak dinginnya Bromo terjadi pada bulan Agustus, penduduk lokal aja yang logikanya sudah terbiasa udara dingin mengakui kalau Agustus itu dingin banget. Waktu duduk dipelataran untuk menikmati sunrise, ketemu beberapa bule yang terlihat kedinginan layaknya kami. Padahal dari logat bicaranya mereka berasal dari Rusia yang notabene Negara dingin. Lalu kalau bule dan warga lokal aja kedinginan apa kabar kami? Hehe. Singkat cerita, meskipun kita berangkat  tepat jam 02.00 (tepat saat TPR dibuka) tapi sampai pelataran sudah ramai tapi beruntung kami masih mendapatkan spot duduk untuk melihat sunrise yang bagus. Semakin pagi, semakin ramai dengan orang-orang yang penuh sesak dipelataran. Bukan hanya wisatawan yang memadati pelataran penuh sesak itu tapi juga warga lokal yang menawarkan jasa sewa tikar, jaket, jual topi, sarung tangan hingga bunga edelweiss. Awalnya saya bisa selonjoran karena pelatarannya masih lumayan lega tapi lama-lama saya memilih untuk duduk bersila layaknya orang bertapa karena kaki saya selalu nyaris terinjak akibat lalu lalangnya orang. Oya, saya sempat melihat ada orang yang berkemah di parkiran motor dan disebelah tangga menuju penanjakan. Menurut saya, orang berkemah disini harus sudah expert karena anginnya lumayan kencang jadi dingin banget dan disini masih banyak anjing liar. Soal view jangan ragu, berkemah di parkiran atau disamping tangga view bagus banget Karena view nya langsung gunung. Detik demi detik kami menunggu munculnya sang surya, sempat ragu karena tiba-tiba berawan dan gerimis tapi aku yakin aja karena menurut perkiraan cuaca 6 Agustus itu cuaca bromo cerah dan Alhamdulillah perkiraan itu benar. Aku bisa melihat sang surya dari Bromo, mimpi yang jadi kenyataan berkat temen baikku yang dengan suka rela capek-capek’an mau nganter kesini padahal dia udah berkali-kali ke Bromo. Setelah matahari mulai menampakkan wujudnya, indahnya Bromo mulai terlihat dan dengan spontan orang-orang mulai mengeluarkan kamera beserta tongsisnya dan beginilah penampakannya :


Sunrise dari Penanjakan Bromo - Dokumentasi Pribadi


Meskipun ramai tapi eksotisme melihat matahari terbit di Bromo tetaplah pengalaman menarik. Setelah puas melihat matahai terbit seraya bilang “subhanallah” karena sudah masuk watunya sholat subuh, segera kami melakukan sholat tapi ada tantangannya yaitu air yang super dingin dan antrinya yang panjang karena cuma terdapat 2 kamar mandi dan 2 tempat wudhu terbuka lalu tantangan keduanya adalah mushola terbuka tanpa pembatas dan sebagian diinjak-injak orang yang gak dapet tempat di pelataran lalu memilih melihat matahari terbit dari mushola ini. Aku gak tau, itu layak disebut mushola atau bukan karena tidak layaknya mushola yang memiliki pengeras suara dan sekat disini tidak. Mungkin ini semacam gazebo yang dijadikan mushola darurat, maklum lah karena islam disini minoritas. Ketika berwudu, berasa berwudu menggunakan air es dan ketika melepas sarung tangan, kaos kaki dan sepatu semua terasa kaku karena saking dinginnya.
Setelah itu, kami turun menuju parkiran untuk lanjut ke destinasi selanjutnya yaitu kawah bromo, aku sih nyebutnya menu utama. Sepanjang perjalanan turun, dikiri kanan banyak penduduk lokal yang menawarkan teh hangat dan aneka gorengan terutama pisang goreng hangat. Memang teh dan pisang goreng menjadi perpaduan sempurna untuk melewati pagi yang dingin di penanjakan Bromo.

Padang savana dan kawah Bromo
Setelah dari penanjakan, selanjutnya kami menuju padang savanna dan kawah bromo. Jalan menuju kesana terbilang ekstrim, naik turun tajam apalagi turunan terakhir sebelum masuk lautan pasir itu turunannya sangat tajam, sampai ada peringatan untuk oper gigi satu guna membantu pengereman motor yang berporsneling. Tapi sayangnya meskipun sudah oper gigi 1 tapi masih banyak motor yang aus kampas remnya, solusinya mudah saja yaitu berhenti sejenak lalu siram kampas rem menggunakan air mineral dan biarkan selama kurang lebih 20 menit setelah itu rem sudah berfungsi normal kembali. Tips semacam itu aku dapetin ketika pulang dari Bromo via jalur Tumpang yang jalannya memang terkenal menurun dan kampas motor kami aus, melihat kami bingung dipinggir jalan tiba-tiba club motor menghampiri kami dan menanyakan alasan kenapa terlihat bingung setelah kami jelaskan mereka tersenyum lalu memberi tips tersebut dan Alhamdulillah rem motor kami sudah normal lagi, terima kasih! Sejak saat itu mindset aku tentang club motor sudah berubah yang mengira mereka Cuma kumpul-kumpul dan mengadakan touring ternyata mereka juga melakukan kegiatan positif seperti membantu para pengendara lain yang mengalami masalah di jalan. Oya, sebelum sampai di lautan pasir biasanya para wisatawan berhenti di jembatan untuk berfoto dengan latar belakang gunung batok dan kawah Bromo. Selanjutnya setelah sampai di lautan pasir hal pertama yang kami lakukan adalah meletakkan perlengkapan kemah yang kami bawa untuk selanjutnya foto-foto, hehe. Jangan khawatir bagi yang kehabisan bensin disini karena ada warung yang menjual bensin. Awalnya kami sampai disini udara masih segar karena masih lumayan pagi, makin siang udara makin panas dan kering ditambah lagi debu dari derap kaki kuda dan mobil hardtop. Selanjutnya kami menuju kawah Bromo, tangga menuju kesana konon katanya berjumlah ratusan jadi harus siapkan mental, fisik (energi yang cukup). Bagi kamu yang energinya pas-pas’an bisa menyewa kuda lalu dilanjut menapaki anak tangga. Percayalah tracking di kawah bromo itu berat karena medannya berpasir jadi membuat langkah kakimu makin berat ditambah udara panas kering. Aku salut sama penjaja kuda yang dalam sehari bisa naik turun sampai puluhan kali. Harga sewa kuda kami tidak tau, karena kami memilih jalan kaki tapi dari sekilas penawaran bapak-bapaknya sewa kuda untuk sekali jalan 50rb (mungkin masih bisa dinego). Setelah dari kawah Bromo destinasi selanjutnya adalah pura tapi karena kami sudah sangat kelelahan, maklum paginya kami tidak sarapan jadi destinasi tersebut kami skip langsung memutuskan untuk pulang ke malang via jalur Tumpang. Kenapa tidak lewat Nongkojajar lagi? Karena jalan nanjaknya dari lautan pasir itu gila banget menurut kami (takut motor gak kuat nanjak) jadi kami memutuskan untuk lewat Tumpang.  Dari lautan pasir itu tinggal ngikutin patok saja kalau mau lewat Tumpang, sepanjang perjalanan berpasir kita akan disuguhi pemandangan savanna yang sangat bagus. Rencana awal kami Bromo lalu lanjut ke Madakaripura tapi karena sudah kelelahan dan sepertinya waktunya juga tidak memadai maka kami memutuskan Madakaripura sebagai destinasi jalan-jalan lain waktu. Enjoy Bromo, see u again!


Lautan Pasir Gunung Bromo - Dokumentasi Pribadi


Jeep di Padang Savana - Dokumentasi Pribadi

Panjang ya ceritanya? Hehe. Sengaja aku nulis detail biar bisa jadi referensi buat yang mau ke Bromo pertama kali.